Ada sebuah doa dalam Al Quran surat Ali Imran ayat 26-27 yang menarik. Doa ini dianjurkan dibaca rutin pagi dan petang hari. Doa tersebut berbunyi seperti ini:

قُلِ اللَّهُمَّ مَالِكَ الْمُلْكِ تُؤْتِي الْمُلْكَ مَن تَشَاءُ وَتَنزِعُ الْمُلْكَ مِمَّن تَشَاءُ وَتُعِزُّ مَن تَشَاءُ وَتُذِلُّ مَن تَشَاءُ بِيَدِكَ الْخَيْرُ إِنَّكَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ

تُولِجُ اللَّيْلَ فِي النَّهَارِ وَتُولِجُ النَّهَارَ فِي اللَّيْلِ وَتُخْرِجُ الْحَيَّ مِنَ الْمَيِّتِ وَتُخْرِجُ الْمَيِّتَ مِنَ الْحَيِّ وَتَرْزُقُ مَن تَشَاءُ بِغَيْرِ حِسَابٍ

“Katakan: Wahai Allah yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kekuasaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kekuasaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu. Engkau masukkan malam ke dalam siang dan Engkau masukkan siang ke dalam malam. Engkau keluarkan yang hidup dari yang mati dan Engkau keluarkan yang mati dari yang hidup. Dan Engkau beri rizki kepada siapa yang Engkau kehendaki tanpa hisab.”

Tentu saya bukanlah orang yang layak untuk melakukan tafsir atas ayat ini. Jika kawan ingin membaca tafsirnya silakan berkunjung ke tautan ini untuk melihat tafsir dari Buya Hamka. Saya hanya sekedar pembaca Al Quran faqir ilmu yang mencoba melakukan tadabbur atas firman Allah ini, karena ada sebuah konsep dalam doa ini yang menarik untuk dibahas.

Jika kita perhatikan, kita dapat menyadari bahwa dalam doa ini Allah memisahkan antara kekuasaan dan kemuliaan. Ini menarik, karena sebagian orang sering mengasosiasikan antara kuasa dan mulia. Jika kita bisa berkuasa, maka kita akan mulia. Posisi sebagai bawahan, rakyat, atau prajurit yang tuna kuasa itu sebuah kehinaan.

Akan tetapi, dengan doa ini Allah seakan menegaskan bahwa dengan kombinasi antara kekuasaan dan kemuliaan, ada empat kemungkinan yang bisa terjadi:

  1. Seseorang berkuasa dan mulia karenanya. Ini adalah kategori yang paling baik. Ia adalah pemimpin yang adil dan mencintai rakyatnya sehingga rakyatnya pun mencintai pemimpinnya. Ia mulia dengan mengemban amanah kepemimpinan itu. Contoh terbaik adalah Rasulullah dan khulafaur rasyidin.

  2. Seseorang berkuasa tapi terhina. Ini adalah seburuk-buruk penguasa. yang dzalim dan menindas. Ia mungkin memiliki sejumlah kekuasaan, tapi kekuasaan itu malah membuatnya menjadi hina di hadapan rakyatnya, apalagi Allah.

  3. Seseorang yang tuna kuasa dan mulia. Ini adalah para akhfiya-ul atqiya. Mereka yang tersembunyi dan doanya didengar Allah. Mereka yang lemah dan tak berwenang, tapi menyandarkan dirinya kepada Allah Yang Maha Kuasa. Ia tak menjadi hina oleh kelemahannya, justru menjadi mulia di hadapan manusia, dan terutama di hadapan Rabbnya.

  4. Seseorang yang tuna kuasa dan terhina. Ini adalah seburuk-buruk kategori. Ia yang tak memiliki wewenang dan terjerumus ke lembah kehinaan. Sudahlah lemah dan miskin, malah banyak melakukan maksiat. Ia melarikan rasa frustasi dan putus asa nya kepada kesenangan dunia yang mampu melenakannya sejenak. Kita patut iba pada golongan ini, dan mencoba meluruskan semampu kita.

Masuk golongan manakah kita?

Sesungguhnya Allah lebih menyukai mukmin yang kuat dibanding mukmin yang lemah, walaupun di dalam keduanya ada kebaikan. Kekuatan ini tentu beragam jenisnya, salah satunya adalah kekuasaan untuk berbuat adil, membela kebenaran dan mencegah kebatilan.

Akan tetapi, memperhatikan ayat doa diatas, hal yang penting sesungguhnya adalah kemuliaan. Mulia adalah dinilai tinggi oleh orang lain dan Allah. Apakah kita berkuasa atau tuna kuasa, janganlah kita menggadaikan diri kita untuk kesenangan dunia yang berujung pada jurang kehinaan.

Tentu jika kita juga memperhatikan sabda Nabi dalam hadits berikut maka kita semua sesungguhnya adalah pemimpin:

Dari Ibnu Umar r.a., ia berkata, saya mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda:

“Setiap orang daripada kamu adalah pemimpin dan setiap seorang dari kamu akan ditanya perihal kepemimpinannya. Penguasa adalah pemimpin dan akan ditanya perihal kepemimpinannya. Seorang lelaki adalah pemimpin dalam keluarganya dan akan ditanya perihal kepemimpinannya. Seorang wanita adalah pemimpin dalam rumah suaminya dan akan ditanya perihal kepemimpinannya. Buruh adalah pemimpin dalam harta majikannya dan akan ditanya perihal kepemimpinannya. Jadi setiap seorang dari engkau semua itu adalah pemimpin dan tentu akan ditanya perihal kepemimpinannya. “ (Muttafaq ‘alaih)

Maka, mari kita berusaha menjadi seorang pemimpin yang mulia, yang adil, yang menegakkan al-haq, dan mencegah al-batil. Dimanapun kita berada dan berposisi.

Wallahu ‘alam bis shawab.