Kadang saya berpikir saya ini orang terlampau baik.

Indikasinya adalah penyakit menahun yang sulit sekali disembuhkan. Penyakit ini sering berkamuflase dalam bentuk kemurahan hati. Juga seringkali hadir bertopeng husnudzon alias berbaik sangka kepada seseorang. Penyakit ini bernama “tak bisa mengatakan tidak”. Sudah lama saya menyadari hal ini. Sejak pencanangan moto hidup semasa smp dulu: we will never know if we don’t try.

Penyakit ini secara sederhana adalah ketidakmampuan saya untuk menolak tawaran atau permintaan orang lain. Secara instingtif saya hampir selalu mengatakan ya untuk segala macam permintaan. Teman minta tolong bantuin bikin tugas, kujawab ya. Seorang senior di sekolah meminta saya jadi ketua osis, saya iyakan. Pengamen bersuara fals di pinggir jalan minta duit, saya kasih. Kayaknya cuma mama yang sering minta pulsa aja yang belum pernah dituruti permintaannya. :)

Hingga saat ini penyakit ini memiliki dua sisi. Di sisi yang baik, ini membuka banyak kesempatan. Misal disaat orang lain ragu untuk dijerumuskan jadi ketua, saya malah rela hati bersusah-susah diri.

Di sisi yang lain, penyakit ini mengakibatkan saya memiliki spektrum kegiatan yang terlalu lebar, karena dengan ditambah perfeksionisme yg mendarah daging, saya jadi ingin sempurna di semua hal yang saya lakukan. Alih-alih demikian, saya malah jadi tak fokus dalam hidup dan seringkali akhirnya mengecewakan orang yang memberikan kepercayaan pada saya.

Huff, maka inilah saatnya saya memutuskan untuk lebih selektif dalam meraih momentum dan lebih berani untuk mengatakan: tidak.